Selasa, 02 April 2013

QUO VADIS PAMONG PRAJA


QUO VADIS PAMONG PRAJA :
PAMONG PRAJA DULU, KINI DAN AKAN DATANG
oleh
Ismail Nurdin
Lektor Kepala Pada IPDN



PENDAHULUAN

Pamong praja (sebelumnya disebut pangreh praja sampai awal kemerdekaan) dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia memiliki peran yang sangat strategis, karena pamong praja tidak saja memainkan peran sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan masyarakat tapi juga peran strategis dalam menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia. Pamong praja berperan dalam mengelola berbagai keragaman dan mengukuhkan keutuhan Negara. Ndaraha (2009) mengatakan pamongpraja adalah mereka yang mengelola kebhinekaan dan mengukuhkan ketunggalikaan.
Pamong  praja kembali menjadi perbincangan   di tengah masyarakat, bahkan petinggi negeri, pengamat pemerintahan termasuk  penggiat LSM mencurahkan   perhatian dan pikirannya untuk beberapa  saat setelah kejadian “Koja Berdarah”   bentrok   antara Pol PP dengan warga di makam Mbah Priuk Jakarta tanggal 14 April 2010 dan penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Bagi Satpol Pamong Praja. Bagi  sebahagian  besar masyarakat    keberadaan Pamong  Praja identik  dengan Satuan Polisi Pamong Praja, hal ini bisa dipahami karena dalam Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah sebutan “Pamong Praja” ditemukan dalam pasal yang mengatur Polisi Pamong Praja (pasal 148 UU32/2004) dibentuk untuk membantu Kepala Daerah dalam penegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Di lingkungan Kementerian  Dalam  Negeri   sebutan  “Pamong  Praja” terkait dengan Satuan Polisi Pamong Praja (UU 32/2004 dan PP 6 Tahun 2010) dan lembaga pendidikan Institut Pemerintahan Dalam Negeri   (IPDN) sebagai “Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan”   sebagaimana dalam Peraturan Presiden No 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Keptusan Presiden Nomor 87 Tahun
2004    tentang Penggabungan Sekolah Tinggi Pemerintahan  Dalam  Negeri  ke dalam Institut Ilmu Pemerintahan. Peserta didik atau mahasiswa IPDN disebut “Praja” dan lulusannnya disebut sebagai “Pamong Praja Muda”.
Pamong praja sebagai entitas, profesi dan juga sebagai institusi menjadi penting untuk didiskusikan, apalagi ketika secara yuridis Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009 memberi ruang dan peluang untuk eksistensi pamong praja. Peserta didiknya atau praja IPDN sebagai kader pamong praja yang dididik dalam lingkungan pendidikan tinggi kepamongprajaan.   Eksistensi pamong praja dari masa ke masa  masih menjadi diskursus seiring dengan perubahan sistem pemerintahan dan ketatanegaraan Indonesia. Tulisan ini mencoba mengajak pembaca untuk mendiskusikan dan menjawab pertanyaan : Apakah pamong praja itu ?, Siapakah Pamong Praja itu ? dan apakah Korps pamong praja masih ada ?, Bagaimana Pamong Praja ke depan ?

PENGERTIAN PAMONG PRAJA

Pamong berasal dari bahasa Jawa yang kata dasarnya adalah among. Kata ini serupa dengan momong yang artinya mengasuh, misalnya seperti kata mengemong anak berarti mengasuh anak kecil. Kata momong, ngemong dan mengasuh merupakan kata yang multidimensional. Sedangkan praja adalah Pegawai Negeri Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pamong Praja berarti Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan Negara.
Pamong praja atau pangreh praja sebagaimana pengertian secara etimoligis tersebut di atas mungkin masih relevan pada saat jaman kolonial dan awal kemerdekaan di mana peran pemerintah masih sangat dominan, sistem pemerintahan yang sangat sentralistik, serta paradigma pemerintahan  yang menempatkan pemerintah sebagai pusat kekuasasaan. Tapi ketika sistem pemerintahan berubah dan terjadi pergeseran paradigma pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik, kewenangan untuk mengurus juga ada pada rakyat, rakyat lebih mandiri, maka dengan kondisi ini tentunya pengertian pamong praja sebagaimana awal berkembangnya sudah berbeda dengan kondisi saat ini, definsi pamong praja sesuai dengan konteks dan jamannya perlu ditinjau ulang.

SEJARAH PAMONG PRAJA

Apabila dilihat dari sejarahnya, keberadaan korps pamong praja sudah ada sejak jaman Hindia Belanda sebagai korps binnenlands bestuur, yakni korps pejabat bumiputera yang bertugas menjaga kepentingan kerajaan Belanda di tanah Nusantara. Pada masa awal kemerdekaan, korps ini berubah namanya menjadi Korps Pangreh Praja, yang kemudian diganti menjadi namanya menjadi Korps Pamong Praja, karena istilah pangreh mengandung makna memerintah dengan paksaan.
Keberadaan Korps Pamong Praja mencapai puncaknya pada saat berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Korps Pamong Praja diartikan sebagai pejabat pemerintah pusat yang berada di daerah dengan tugas utama  menjalankan   TUGAS  PEMERINTAHAN  UMUM   (TPU),   yang  meliputi koordinasi, pembinaan dan pengawasan serta urusan residual.
Pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, yang masih merujuk pada UUD 1945 yang asli,   Presiden merupakan satu-satunya mandataris MPR, yang kemudian membangun jaringan pemerintah pusat di daerah yang dinamakan Kepala Wilayah yang berkedudukan sebagai PENGUASA TUNGGAL DI BIDANG PEMERINTAHAN (Sadu Wasistiono,2009).

PASANG SURUT EKSISTENSI PAMONG PRAJA

Keberadaan Korps Pamong Praja mencapai titik nadir setelah berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang bersifat sangat desentralistik, sehingga pelaksanaan asas dekonsentrasi sangat dibatasi di daerah. Fungsi dekonsentrasi dibatasi hanya pada tingkat provinsi saja. Konsekuensi logis dari perubahan kebijakan desentralisasi tersebut, maka definisi tentang Pamong Praja perlu disusun ulang. Pada UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian dilanjutkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004, tidak ada lagi pengertian Tugas Pemerintahan Umum, yang ada istilah baru yakni TUGAS UMUM PEMERINTAHAN (TUP), yang isinya berbeda dengan pengertian TUGAS PEMERINTAHAN UMUM (TPU) yang selama ini digunakan.
Dalam pelaksanaan UU Nomor 32 Tahun 2004, terdapat dua pengertian TUP, yakni yang tertuang dalam PP Nomor 3 Tahun 2007 dan PP Nomor 19 Tahun 2008. TUP menurut PP Nomor 3 Tahun 2007 adalah tugas kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota, diluar pelaksanaan asas desentralisasi dan asas tugas pembantuan.  Sedangkan menurut PP Nomor 19 Tahun 2008, Camat juga melaksanakan TUP dengan isi yang berbeda dibandingkan TUP yang diatur pada PP Nomor 3 Tahun 2007. “Institut Pemerintahan Dalam Negeri menyelenggarakan pendidikan tinggi di bidang kepamongprajaan yang diselenggarakan melalui sistem pendidikan tinggi kepamongprajaan.
Perpres Nomor 1 Tahun 2009 ini menyebut “bidang kepamongprajaan” ini oleh penulis tapsirkan bahwa dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan pemerintahan daerah  terdapat  jabatan   kepamongprajaan,  karena  ada   ada  pendidikannya  maka seharusnya ada lapangan kerja atau   jabatan kepamongprajaan, namun demikian belum ada peraturan perundang-undangan  di lingkungan kementerian dalam negeri yang mengatur tentang jabatan pamong praja.

REKAM JEJAK PENDIDIKAN PAMONG PRAJA

Penyelenggaraan pendidikan pamong praja di Indonesia terbentuk melalui proses perjalanan sejarah yang panjang (sebagaimana dalam Profil IPDN dalam www.ipdn.ac.id) . Perintisian pendidikan pamong dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1920, dengan terbentuknya sekolah pendidikan Pamong Praja yang bernama Opleiding School Voor Inlandshe Ambtenaren ( OSVIA ) dan Middlebare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren ( MOSVIA ). Para lulusannya sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan untuk  memperkuat penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda. Dimasa kedudukan pemerintah Hindia Belanda, penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda dibedakan atas pemerintahan yang langsung dipimpin oleh kaum atau golongan pribumi yaitu Binnenlands Bestuur Corps ( BBC ) dan pemerintahan yang tidak langsung dipimpin oleh kaum atau golongan dari keturunan Inlands Bestuur Corps ( IBC).
Pada masa awal kemerdekaan RI, sejalan dengan penataan sistem pemerintahan yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945, kebutuhan akan tenaga kader pamong praja untuk melaksnakan tugas-tugas pemerintahan baik pada pemerintah pusat maupun daerah semakin meningkat sejalan dengan tuntutan perkembangan penyelenggaraan pemerintahannya. Untuk memenuhi kebutuhan akan kekurangan tenaga kader pamong praja, maka pada tahun 1948 dibentuklah lembaga pendidikan  dalam  lingkungan  Kementrian Dalam  Negeri yaitu Sekolah Menengah Tinggi ( SMT ) Pangreh Praja yang kemudian berganti nama menjadi  Sekolah Menengah  Pegawai Pemerintahan  Administrasi Atas  ( SMPAA ) di Jakarta dan Makassar
Pada Tahun 1952, Kementrian Dalam Negeri menyelenggarakan Kursus Dinas C (KDC) di Kota Malang, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan pegawai golongan DD yang siap pakai dalam melaksanakan tugasnya. Seiring dengan itu, pada tahun 1954 KDC juga diselenggarakan di Aceh, Bandung, Bukittinggi, Pontianak, Makasar, Palangkaraya dan Mataram. Sejalan dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan yang semakin kompleks, luas dan dinamis, maka pendidikan aparatur di lingkungan Kementerian Dalam  Negeri dengan tingkatan kursus dinilai sudah tidak memadai. Berangkat dari kenyataan tersebut, mendorong pemerintah mendirikan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada tanggal 17 Maret 1956 di Malang, Jawa Timur. APDN di Malang bersifat APDN Nasional berdasarkan SK Mendagri No. Pend.1/20/56 tanggal 24 September 1956 yang diresmikan oleh Presiden Soekarno di Malang, dengan   Direktur pertama Mr. Raspio   Woerjodiningrat.   Mahasiswa   APDN Nasional Pertama ini adalah lulusan KDC yang direkrut secara selektif dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan asal provinsi selaku  kader pemerintahan pamong praja yang lulusannya dengan gelar Sarjana Muda (BA).
Pada perkembangan selanjutnya, lulusan APDN dinilai masih perlu ditingkatkan dalam rangka upaya lebih menjamin terbentuknya kader-kader pemerintahan yang ” qualified leadership and manager administrative ”, terutama dalam menyelenggarakan tugas-tugas urusan pemerintahan umum. Kebutuhan ini mendorong pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan aparatur di lingkungan Departemen Dalam Negeri  setingkat Sarjana, maka  dibentuklah Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP ) yang berkedudukan di Kota Malang Jawa Timur berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 8 Tahun 1967, selanjutnya dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Nomor 119 Tahun 1967. Peresmian berdirinya IIP di Malang ditandai dengan peresmian oleh Presiden Soekarno pada tanggal 25 Mei 1967.
Pada tahun 1972 Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP) yang berkedudukan di Malang Jawa Timur dipindahkan ke Jakarta melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 1972. Pada tanggal 9 Maret 1972, kampus IIP yang terletak di Jakarta di resmikan oleh Presiden Soeharto yang dinyatakan : ” Dengan peresmian kampus Institut Ilmu Pemerintahan, mudah-mudahan akan merupakan kawah candradimukanya Departemen Dalam Negeri untuk menggembleng kader- kader pemerintahan  yang tangguh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ”.
Seiring dengan pembentukan IIP yang merupakan peningkatan dari APDN Nasional di Malang, maka untuk penyelenggaraan pendidikan kader pada tingkat akademi, Kementrian Dalam Negeri secara bertahap sampai dengan dekade tahun
1970-an membentuk APDN di 20 Provinsi selain yang berkedudukan di Malang, juga   di Banda  Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru,  Jambi,  Palembang, Lampung, Bandung, Semarang,  Pontianak, Palangkaraya,  Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang, Makassar, Menado, Ambon dan Jayapura.
Pada tahun 1988, dengan pertimbangan untuk menjamin terbentuknya wawasan nasional dan pengendalian kualitas pendidikan Menteri Dalam Negeri Rudini melalui  Keputusan  No. 38 Tahun 1988 Tentang Pembentukan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri Nasional. APDN Nasional kedua dengan program D III berkedudukan di Jatinangor, Sumedang Jawa Barat yang peresmiannya dilakukan oleh Mendagri tanggal 18 Agustus 1990. APDN Nasional ditingkatkan statusnya  berdasarkan Kepres No. 42 Tahun 1992 tentang Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, maka status APDN menjadi STPN dengan program studi D III yang diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 18 Agustus 1992. Sejak tahun 1995, bertititk tolak dari keinginan dan kebutuhan untuk lebih mendorong perkembangan karier sejalan dengan  peningkatan eselonering  jabatan dalam sistem kepegawaian Republik Indonesia, maka  program studi ditingkatkan menjadi program D IV.  Keberadaan  STPDN dengan  pendidikan  profesi  ( program    D IV )  dan  IIP yang  menyelenggarakan pendidikan  akademik program sarjana ( Strata I ), menjadikan Departemen Dalam Negeri memiliki dua (2) Pendidikan Pinggi Kedinasan dengan lulusan yang sama dengan golongan III/a.
Kebijakan Nasional mengenai pendidikan tinggi sejak tahun 1999 antara lain yang mengatur bahwa suatu Departemen tidak boleh memiliki dua atau lebih perguruan tinggi dalam menyelenggarakan keilmuan yang sama, maka mendorong Departemen Dalam Negeri untuk mengintegrasikan STPDN ke dalam IIP . Usaha pengintegrasiaan STPDN kedalam IIP secara intensif dan terprogram sejak tahun
2003 sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pengintegrasian terwujud dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 tentang Penggabungan STPDN ke dalam IIP dan sekaligus merubah nama IIP menjadi Institut Ilmu Pemerintahan ( IPDN ). Tujuan penggabungan STPDN ke dalam IIP tersebu, selain untuk memenuhi kebijakan pendidikan nasional juga untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pendidikan kader pamong praja di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Kemudian  Kepres No. 87  Tahun 2004  ditindak  lanjuti  dengan  Keputusan Mendagri No. 892.22-421 tahun 2005 tentang Pelaksanaan Penggabungan dan Operasional Institut Pemerintahan Dalam Negeri, disertai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN dan  Peraturan Menteri Dalam Negeri 43 Tahun 2005 Tentang Statuta IPDN serta peraturan pelaksanaan lainnya.
Sesuai  dengan   Peraturan   Presiden  Nomor   1  Tahun  2009  tentang Perubahan  Atas  Keputusan  Presiden  Nomor 87  Tahun  2004  tentang Penggabungan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri ke dalam Institut Ilmu Pemerintahan menjadi IPDN, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun
2009 tentang Statuta Institut Pemerintahan Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Bahwa IPDN merupakan salah satu komponen di lingkungan Kementerian Dalam Negeri yang melaksanakan tugas menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan.
Rekam jejak pendidikan pamong praja di Indonesia sebagaimana uraian di atas disederhanakan sebagaimana gambar berikut ini.

Sumber : Paparan Rektor IPDN  tentang Profil IPDN Tahun 2008


PAMONG PRAJA SAAT INI

Kalau merujuk pada peraturan perundang-undangan yang ada   dan juga sejarah perkembangan pamong praja dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, maka yang masuk kategori Korps Pamong Praja  adalah mereka yang dididik secara khusus untuk melayani masyarakat serta konsisten menjaga keutuhan bangsa dan negara, dengan bidang keahliannya sebagai generalis yang mengkoordinasikan cabang-cabang pemerintahan lainnya.
Jabatan-jabatan dan sebutan pamong praja ditujukan pada antara lain para Lurah, Camat, Polisi Pamong Praja, Asisten Sekda, serta Sekretaris Daerah, ditambah dengan SKPG (Satuan Kerja Perangkat Gubernur) sebagai tindak lanjut dari PP Nomor 19 Tahun 2010 (Sadu Wasistiono & Ismail Nurdin: 2010)
Kalau pamong  praja  diartikan secara etimologis sebagai aparat atau pejabat pemerintahan yang bertugas “mengemong” dan menjadi abdi Negara, abdi masyarakat, maka pamong praja adalah semua aparat yang melakukan aktivitas melayani, mengayomi, mendampingi serta memberdayakan masyarakat, dengan
demikian koorps pamong praja sangat meluas, termasuk di dalamnya aparat kepolisian Negara  Republik Indonesia dan Tentara  Nasional Indonesia  serta semua aparat pemerintahan lainya yang melaksanakan urusan pemerintahan
selain di lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Pamong praja adalah mencakup pejabat pusat yang ada di pusat, pejabat pusat yang ada di daerah maupun pejabat daerah yang ada di daerah.

PAMONG PRAJA YANG AKAN DATANG

Merujuk  pada   Peraturan   Presiden  Nomor  1  Tahun  2009  yang menyebutkan bahwa terdapat perguruan tinggi kedinasan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan, ini mengisyaratkan bahwa setidaknya dua hal, yang pertama bahwa ada institusi yang dibentuk oleh Negara untuk menyiapkan pamong praja yang akan menjadi aparat pemerintahan, dan  yang kedua karena ada institusi pendidikan tinggi kepamongprajaan  yang akan menghasilkan lulusan yang akan ditugaskan sebagai pelayanan masyarakat atau tugas-tugas kepamongprajaan yang dilaksanakan oleh para pamong praja. Pamong praja adalah mereka yang  menyelenggarakan pelayanan pemerintahan pada organisasi peerintahan lini kewilayahan yang dididik secara khusus yang meiliki kualifikasi kepemimpinan dan kemampuan manajerial untuk melayani masyarakat serta konsisten menjaga keutuhan bangsa dan negara, dengan bidang keahliannya sebagai generalis yang mengkoordinasikan cabang-cabang pemerintahan lainnya.
Taliziduhu Ndraha  (2010), mencoba  mengelaborasi dan merumuskan esensi kepamongprajaan, bicara tentang kepamongprajaan, maka esensinya antara lain : 1) Entitas (nama suatu entitas), 2) Kualitas (perilaku yang terlihat dalam ruang pemerintahan), 3 Nilai atau norma (kekatan yang mengikat), Fungsi kbhinekaan dan ketunggalikaan), 4) Lembaga atau unitkerja, 5) Struktur kepamongprajaan, 6) Profesi pemerintahan, 7) Pendidikan kepamongprajaan.
Sejalan dengan pandangan Taliziduhu Ndaha di atas dan memperhatikan sejarah  dan  perkembangan  pamong praja atau kepamongprajaan  di Indonesia, maka penulis merumuskan setidaknya kepamongprajaan yang akan datang dapat di pandang sebagai :

  1. Profesi , yakni merupakan pekerjaan yang memerlukan kompetensi tertentu, yakni qualified leadership dan managerial administratif, sehingga diperlukan pendidikan khusus pamong praja.
  2. Struktur dalam pemerintahan daerah, yakni level pemerintahan pada lini kewilayahan, seperti  lurah/kades, camat, bupati/walikota dan gubernur (termasuk satuan kerja perangkat Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat) yang melaksanakan  fungsi pemerintahan umum dalam hal pembinaan wilayah, koordinasi pemerintahan, pengawasan pemerintahan dan residual pemerintahan;
  3. Institusi Pendidikan, yakni pendidikan yang khusus menyelenggarakan proses belajar mengajar yang outputnya dipersiapkan untuk menjadi pamong praja.
  4. Perangkat nilai, yakni suatu rangkaian unit nilai-nilai yang menjadi enersi yang menguatkan semangat pengabdian aparat sebagai abdi Negara dan masyarakat sebagaimana dalam “Hasta Budhi Bhakti” sebagai pedoman atau guidance penyelenggara pemerintahan yang bersumber dari leluhur karena tumbuh dari tradisi pemerintahan yang pernah eksis;
  5. Instrumen keutuhan berbangsa, yakni keberadaan pamong praja tidak saja menjadi mesin birokrasi dalam pelayanan pemerintahan, tapi menjadi perekat Negara kesatuan Republik Indonesia;


PENUTUP

Pamong praja sudah menjadi bagian dari perjalanan sejarah panjang pemerintahan Indonesia khususnya pemerintahan daerah. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009 memberikan ruang dan peluang untuk eksisnya pamong praja, karena    terdapatnya Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan yang menyelenggarakan pendidikan kepamongprajaan yang lulusannya dipersiapkan untuk menjadi “pekerja kepamongan” yakni menjadi pamong praja. Oleh karenanya menjadi penting  definsi pamong  praja dan kepamongprajaan yang sudah disepakati untuk diatur dan ditetapkan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan (daerah), khususnya posisi pamong praja sebagai profesi, institusi dan nilai-nilai ideal pemerintahan, simbol pemersatu dan keutuhan NKRI sebagai wujud dari sistem pemerintahan Indonesia yang unitarian.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail Nurdin, 2010, Budaya Organisasi Polisi Pamong Praja, Unpad Press, Bandung
Lexie M. Giroth, 2004, Edukasi dan Profesi Pamong Praja, STPDN Press, Bandung
Lexie M. Giroth, 2004, Status dan Peran Pendidikan Pamong Praja Indonesia, Indra Prahasta, Bandung
Sadu Wasistiono, 2009, Redefinisi Kode Kehormatan Korps Pamong Praja, Makalah dalam Diklat TOT Kepamongprajaan Pada Bandiklat Kemendagri, Jakarta
Sadu Wasistiono & Ismail Nurdin, 2010, Kode Kehormatan dan Nilai-Nilai Kepamongprajaan, Materi Diklat TOT Kepamongprajaan pada Bandiklat Kemendagri, Jakarta
Talizi Nduhu Ndraha, 2010, Nilai-Nilai Kepamongprajaan, Credentia, Jakarta
Profil IPDN dalam www.ipdn.co.id , 2010
Bahan Paparan Rektor IPDN tentang Profil IPDNTahun 2008
INDONESIA-BLOGGER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...